awakening

Sabtu, 27 November 2010

Hijab Terakhir Untuk Naila

Oleh : Saefullah


“ Maafin aku Naila… ada orang yang tlah lebih dulu menyimpan aku dihatinya … “

Mimpi buruk itu membangunkanku, mengusik ketenangan tidurku. Ada beberapa hal yang tak bisa kulupakan dari seorang Aditya Rahardian.

“ Aku kangen sama dia …., : Adit Kenapa harus aku yang ngalami sakit hati ini ? kenapa dit ? “

Segalanya seakan membuatku hancur perlahan- lahan, kehadiran Adit membuatku semakin terpuruk karena tak memilikinya. *

“ De, sudah pagi … bangun. kenapa kamu akhir- akhir ini males banget !! apa kamu gak kasian sama bunda ? ”
” : Ya.. Ya.. Naila bangun ”. Males banget rasanya, jika tiap hari harus diomelin sama bunda. Masih terasa berat untuk membuka mataku ....
” de, kamu shalat shubuh gak ?” pertanyaan bunda membuatku bingung, entah apa jawaban yang kukasih buat bunda ... terlalu larut aku tidur, sampai- sampai bangun pun kesiangan. Aku hanya diam kaku ...
” ya sudah, kamu mandi dulu sana .. bunda buatin sarapan kamu ”. Dahi bunda mengerut, melukiskan kekecewaan.

***
Hampir setiap hari, Naila hanya membiarkan jiwanya berlari: berlari mengejar mimpinya, .... sebuah cinta Aditya. Yang hingga sampai saat ini hanya menjadi sakit hati yang membuat Naila menjadi orang lain. Menjadi orang asing dimata keluarganya, tanpa disadari keputus asaan membuatnya bersikap kasar pada ibunya.
:Siang itu teriknya sang surya terasa membakar kulit, jam menunjukkan pukul 14.30 WIB. Naila pulang .... tak sampai beberapa menit kemudian dia keluar rumah.
” de, kamu mau kemana lagi ? baru saja kamu pulang sekolah ” .
” Bunda gak perlu tahu, de mau kemana. De lagi males bund .. ” . jawab Naila sambil berlari menuju pintu.
Jawaban Naila membuat ibunya terdiam, menyimpan ribuan pertanyaan yang tak bisa terjawab...
” ada apa dengan Naila .. anakku. Berilah petunjuk padanya ya Rabb... ”. :
” Bunda, Kak Naila mau kemana bunda ? ”...
” Kakakmu mau belajar kelompok de .. sama temen- temennya ”. Agil hanya tersenyum polos mendengar jawaban dari ibunya.
Hampir setiap malam, Ibunya mendoakan Naila .. berharap anaknya kembali menjadi seorang anak yang sholehah, seperti dulu. Seperti apa yang diharapkan almarhum Ayah Naila semasa hidupnya.

***
Sehabis shalat kutatap wajah anakku; Agil. Sesekali dia terbangun hanya untuk meminum segelas air susu. Sorot matanya mirip Ayahnya, banyak harapan yang kusimpan untuknya;
Semoga kelak ia dapat menjadi pemimpin bagi keluarganya, pekerjaannya, sekaligus imam pembimbing bagi isterinya.
” bubu lagi ya de .... ”
” ya bunda .............. ”
***
: tring... treng.. srekkk.sreekkk .....
”suara bising wajan penggorengan bunda membuatku terbangun pagi, padahal dinginnya pagi masih menyelimuti; seakan mengajakku untuk tetap berpejamkan mata dan berselimut diri. Untuk kali ini mimpi buruk itu tak datang dalam tidurku, aku bisa tidur nyenyak.
” de, kamu shalat dulu. Bunda masakin sarapan buat kamu ... jaga adikmu selagi bunda masak ”
” Ya bund..... ”.
Kelembutan bunda membuatku tak bisa marah, hari ini hari libur sekolah. Seperti hari- hari biasanya; tak ada yang bisa kulakuin buat bunda.
Kugendong Agil, untuk berjalan- jalan sekitar rumah. Ada kerinduanku yang teramat sangat untuk ayah ... hanya air mata pilu saat kulihat kursi depan rumah, kursi yang biasa di duduki ayah untuk membaca koran. Kududuki kursi kenangan itu, daun- daun pohon jambu berjatuhan menimpa kepalaku ... udaranya terasa sejuk. Terasa sejuk untuk mengulas sebuah kenangan masa lalu ...
Sepertinya bunda menyadari rasa sepiku, kuusap air mataku sebelum bunda datang; Agil hanya diam dipangkuanku. Menatapku .. meraba- raba wajahku yang basah karena air mata.

***
” Agil.. sini ikut bunda. De, sana sarapan dulu; udah bunda siapin di meja ” .

Tak bisa kutahan tangisku ..... air matapun merebah. Ku menangis dalam pelukkan bunda ... seorang bunda yang begitu kuat merawat kami dalam kesendirian. Tanpa bantuan dari siapapun; bahkan anaknya-aku- tak bisa membantu apa – apa...
Hingga dalam kemarahanku pun beliau masih dapat memberikan kasih sayangnya, menyembunyikan kekesalannya ...
” hei, de .... kenapa ? ” tanya bunda.
” Ade kangen sama Ayah bund .. ”. Pelukkanku semakin erat, mendekap bunda dalam tangisku. hatiku tak bisa berkata bohong, kesalahan- kesalahan yang kulakuin ke bunda yang membuatku tak bisa berhenti menangis. Kusadari, apa yang ku fikirkan hanyalah sesuatu yang gak penting sama sekali ... seorang Aditya, yang membuatku terpuruk. Hingga ku melupakan tanggung jawabku mengurus Agil dan membantu bunda.
” bunda, maafin ade ... ade banyak salah sama bunda ”.
; Alhamdulillah Ya Rabb.. Engkau telah mengembalikan anakku yang dulu ..
” Bunda maafin kamu, dari dulu de. Bunda berharap kamu bisa berubah ..... menjadi yang terbaik buat bunda ” .
” ya, bund ...... ade sayang sama bunda ”.
Kudekap Naila, kukecup keningnya; kurasakan seorang Naila yang memberiku semangat lebih ...melebihi dari seorang Naila yang dulu. Memberiku kekuatan untuk menjalani kehidupan ini, menjadi ibu sekaligus ayah bagi kedua anakku.
” de, demi bunda ....; kamu harus lebih prihatin dalam menjalani kehidupan ini, semua apa yang bunda lakuin ke kamu itu demi kebaikan kamu. De yang rajin belajarnya ... bunda pengen kamu jadi yang terbaik, meskipun bukan menjadi yang sempurna. ”
Nasehat dari bunda membuatku tertegun. Ada penyesalan sekaligus kebahagiaan yang kusimpan, apa pun itu aku patuh sepenuhnya sama bunda.

***
Sejak peristiwa itu, akhirnya aku pun bertekad untuk memperbaiki jalan hidupku. Kubiasakan bangun pagi membantu bunda, dan waktu luangku ku gunakan untuk mengasuh Agil; setidaknya dapat mengurangi lelahnya bunda mengurusi keluarga.
Begitu sampainya kegiatan di sekolah pun ku tak lagi memikirkan tentang Aditya lagi, semuanya ku coba berfikir positif dan memandang permasalahan dari beberapa sisi.

” ehm.... mau kemana cewe ... ? ”.
” eh, kamu dit ... mau ke kelas nih. Mau ikut ? ” jawabku tegas sambil tersenyum untuk aditya.
Entah kenapa, beban mentalku terasa berkurang ... serasa plong. Aditya hanya heran melihat perubahanku yang semakin terlihat beda, ku tak lagi terobsesi untuk mendapatkan cintanya ..... sebuah cinta, kasih sayang yang semu. Hingga akhirnya terdengar obrolan teman- temanku di sekolah tentang Aditya yang semakin sering si cuekin anak- anak lain, terutama siswi- siswi yang pernah dijadikan -pacar-nya.

***
” Naila, tunggu sebentar ... ” Aditya memanggilku ketika ku hendak pulang.
” Ada apa dit ? ”
” Naila... maafin buat semua kesalahanku dulu, ku bener- bener minta maaf ”
” Adit .... ku maafin semua salah kamu, aku pun sadar; ku gak pantes buat kamu ... ”
” jadi sekarang kamu mau jadi pacarku Nai ... ? ”. Adit tersenyum manis dengan optimisnya.
Senyum Aditya terlihat manis memang, masih teringat kenanganku dulu tentangnya. Kuhela nafas panjang, kemudian ku hembuskan pelan :
” maaf dit, semua t’lah berubah. Aku bukan lagi seperti Naila yang dulu ...apa kamu mau pacaran sama cewe tanpa memegang, bersama, saling menatap berduaan ? ”. ” Insya Allah dit, aku lebih memilih sendiri ... aku takut dengan-Nya.
” maafin aku dit ”.
Kemudian ku bergegas meninggalkannya di gerbang sekolah, sesekali ku tengok dia ... dia masih terdiam, kaget mendengar jawabanku.

***
” Beberapa pekan berlalu, aku semakin yakin dengan jalan yang kutempuh...jalan untuk menggapai keridhaan-Nya .... ”.

Sejenak ku terdiam di depan violet kamarku, ku tatap wajahku .. terasa hampa. Kuambil jilbab putih, kupakai rapi.
Ku menangis haru, terasa sebuah kemerdekaan hati t’lah datang padaku.
Terasa rindu yang berat untuk Ayah, kuhanya dapat berbisik lirih: ” Ayah .... doain Naila anakmu, semoga menjadi anak yang Sholehah ”.
” de, cepat ... sarapan dulu. Nanti sekolahnya kesiangan ”. Suara bunda memanggilku dari ruang makan.
” Ya bunda .. sebentar ”
kurapikan diri, sebelum akhirnya ku bertemu bunda sebagai Naila yang baru.

Bunda berdecak kagum, sejenak terdiam. Kulihat matanya yang sayu berkaca- kaca :
” de .... kamu pake jilbab sekarang, kamu yakin nak ? ”
” Alhamdulillah bunda. Tekad ade sudah bulat .. dan semua baju baru ini pun ade beli dengan uang tabungan ade sendiri ”. Kudekap bunda, terlihat keriput kulit wajahnya yang semakin terlihat, bercampur basahnya air mata rasa bangga ...
” bunda ridha ... bunda sayang sama kamu de ”.
”Ya bunda ... ade juga sayang sama bunda ”.
***
” Bismillahirrahmaanirrahiim ”
kuawali hidupku dengan tekad yang baru. Sesampainya di sekolah, untuk sesaat teman- temanku terlihat kaget dengan penampilan baruku, tapi Akhirnya semuanya menyambutku dengan haru ......
” bunda, Ade sayang sama bunda,
Good bye Adit ”